Deklarasi tersebut menyebutkan masyarakat adat memiliki hak untuk membentuk dan mengontrol sistem pendidikan mereka dan institusi-institusi yang menyediakan pendidikan dalam bahasa mereka sendiri. Dengan suatu cara yang cocok dengan budaya mereka tentang pengajaran dan pembelajaran.
Kepala Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Haning Romdiati mengatakan kurikulum pendidikan nasional berupaya mengakomodir kekhususan budaya masyarakat adat di Indonesia. Salah satunya melalui celah muatan lokal yang disebutkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 79/2014, yaitu merupakan bahan kajian atau mata pelajaran pada satuan pendidikan yang berisi muatan dan proses pembelajaran tentang potensi dan keunikan lokal.
“Tujuan peraturan ini untuk membentuk pemahaman peserta didik terhadap keunggulan dan kearifan di wilayah lokal,” katanya dalam pernyataan tertulis, Selasa (27/9).
Pendidikan muatan lokal, Haning mengatakan masih memiliki porsi kecil dan tergantung inisiatif masing-masing satuan pendidikan. Hal tersebut belum menjawab kekhususan yang dimiliki masyarakat adat.
Anggapan bahwa sekolah formal mengajarkan ilmu pergi juga menjadi salah satu bahan yang dipikirkan dalam diskusi kedua lembaga. Haning menilai kurikulum pendidikan konstektual memerlukan dialog dengan pihak terkait mengingat jutaan anak masyarakat adat di Indonesia memiliki perbedaan gaya hidup dengan masyarakat pada umumnya.
Leave a Reply