Tanah Gerogot-Warga Paser yang bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, yang berhimpun dalam Paser Bengkeray mengelar peradilan adat yang merupakan peradilan pertama kali terhadap perusahaan Kideco Jaya Agung Senin, (23/2/2015) siang. Peradilan adat tersebut digelar lantaran warga merasa telah dihina dan dilecehkan oleh perusahaan asal Korea itu.
Aksi kecaman ini bermula saat Perusahaan Tambang Batu Bara, Kideco Jaya Agung yang beroperasi di Kabupaten Paser tersebut, melaporkan Norhayati yang merupakan salah satu warga ahli waris pemilik lahan yang bersengketa dengan perusahaan tambang ke polisian Daerah (Polda) Kaltim dan kejaksaan Kabupaten Paser 16 Juni 2012 silam.
Dalam laporan itu Kideco Jaya Agung menilai ritual adat belian paser bersama Desa Songka yang merupakan mayoritas Masayarakat Adat Paser saat itu merintangi dan mengganggu kegiatan usaha pertambangan yang sementara belangsung. Parahnya lagi pihak Kideco menvonis upacara adat itu sebagai suatu tindakan kejahatan.
Namun bagi warga upacara yang dilaksanakan selama Lima hari Lima malam itu, menurutnya dilakukan sebagai bentuk upacara tolak bala dari keseimbangan kosmologi dan ekologis yang kini terganggu.
Ketua Badan Pengurus Harian AMAN, Margeratha Seting, melalui Koordinator Divisi hukum JATAM Kaltim, Bayu Saputra Laden, mengatakan Kideco Jaya Agung dianggap telah melanggar sejumlah peraturan internasional UNRIP pasal 31 menganai hak masyarakat adat seperti hak untuk mengontrol, menjaga ,mengembangkan warisan budaya, pengetahuan tradisonal, ekspedisi budaya ,manifestasi dari ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta hak akan kekayaan intelektual atas aset tersebut.
“Selain itu perusaah tersebut juga melanggar sejummlah Undang- undang (UU) mulai dari pasal 6 UU Nomer 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, selain itu pasal 135, dan 136 UU Minerba No 4 Tahun 2009, yang menyatakan setiap perusahaaan tambang harus menyelesaikan hak atas tanah sebelum melakukan kegiatan tambang,” ujarnya.
Dirinya menyesalkan tindakan kepolisian dan kejaksaan yang dinilai tidak cermat dalam memperoses kasus kriminalisasi atas adat ini. “kedua institusi hukum ini mestinya mengedepankan tindakan persuasif bukan kriminalisasi terhadap adat. Perusaahn itu menyebut upacara adat Balian paser adalah tindak kejahatan, jelas kami tidak terima dan seharusnya masyarakat adat marah dan berontak” katanya.
Atas hal ini Paser Bengkeray, menuntut menolak dan menghentikan kriminalisasi ritual adat balian paser oleh Kideco Jaya Agung, di kepolisian dan kejaksaan, mereka juga menuntut menghentikan kriminalisasi terhadap perempuan, dan mendesak KOMNASHAM, untuk melakukan pendampingan dalam hal menginvestasi dan mengeluarkan rekomendasi pelanggaran HAM berat oleh Kideco Jaya Agung, selain itu mereka juga mendesak pemerintah pusat dan provinsi kaltim untuk bertindak netral dqalam kasus tersebut.Warga Paser yang bersama Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim, yang berhimpun dalam Paser Bengkeray mengelar peradilan adat yang merupakan peradilan pertama kali terhadap perusahaan Kideco Jaya Agung Senin, (23/2/2015) siang. Peradilan adat tersebut digelar lantaran warga merasa telah dihina dan dilecehkan oleh perusahaan asal Korea itu.
Aksi kecaman ini bermula saat Perusahaan Tambang Batu Bara, Kideco Jaya Agung yang beroperasi di Kabupaten Paser tersebut, melaporkan Norhayati yang merupakan salah satu warga ahli waris pemilik lahan yang bersengketa dengan perusahaan tambang ke polisian Daerah (Polda) Kaltim dan kejaksaan Kabupaten Paser 16 Juni 2012 silam.
Dalam laporan itu Kideco Jaya Agung menilai ritual adat belian paser bersama Desa Songka yang merupakan mayoritas Masayarakat Adat Paser saat itu merintangi dan mengganggu kegiatan usaha pertambangan yang sementara belangsung. Parahnya lagi pihak Kideco menvonis upacara adat itu sebagai suatu tindakan kejahatan.
Namun bagi warga upacara yang dilaksanakan selama Lima hari Lima malam itu, menurutnya dilakukan sebagai bentuk upacara tolak bala dari keseimbangan kosmologi dan ekologis yang kini terganggu.
Ketua Badan Pengurus Harian AMAN, Margeratha Seting, melalui Koordinator Divisi hukum JATAM Kaltim, Bayu Saputra Laden, mengatakan Kideco Jaya Agung dianggap telah melanggar sejumlah peraturan internasional UNRIP pasal 31 menganai hak masyarakat adat seperti hak untuk mengontrol, menjaga ,mengembangkan warisan budaya, pengetahuan tradisonal, ekspedisi budaya ,manifestasi dari ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta hak akan kekayaan intelektual atas aset tersebut.
“Selain itu perusaah tersebut juga melanggar sejummlah Undang- undang (UU) mulai dari pasal 6 UU Nomer 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, selain itu pasal 135, dan 136 UU Minerba No 4 Tahun 2009, yang menyatakan setiap perusahaaan tambang harus menyelesaikan hak atas tanah sebelum melakukan kegiatan tambang,” ujarnya.
Dirinya menyesalkan tindakan kepolisian dan kejaksaan yang dinilai tidak cermat dalam memperoses kasus kriminalisasi atas adat ini. “kedua institusi hukum ini mestinya mengedepankan tindakan persuasif bukan kriminalisasi terhadap adat. Perusaahn itu menyebut upacara adat Balian paser adalah tindak kejahatan, jelas kami tidak terima dan seharusnya masyarakat adat marah dan berontak” katanya.
Atas hal ini Paser Bengkeray, menuntut menolak dan menghentikan kriminalisasi ritual adat balian paser oleh Kideco Jaya Agung, di kepolisian dan kejaksaan, mereka juga menuntut menghentikan kriminalisasi terhadap perempuan, dan mendesak KOMNASHAM, untuk melakukan pendampingan dalam hal menginvestasi dan mengeluarkan rekomendasi pelanggaran HAM berat oleh Kideco Jaya Agung, selain itu mereka juga mendesak pemerintah pusat dan provinsi kaltim untuk bertindak netral dqalam kasus tersebut.***Malik
Leave a Reply